Kamis, 27 April 2017

SEDEKADE BERSAMA

Suami istri dalam pernikahan berbilang tahunan pasti akan saling mewarnai. Mewarnai dalam hal kebaikan adalah suatu yang baik dan sangat diharapkan walau tidak menutup kemungkinan saling mewarnai dalam hal keburukan. What about you?... Apakah kalian mewarnai dalam hal kebaikan atau malah mewarnai dalam hal keburukan?.


Dulu, bulan-bulan pertama kami baru menikah, kami merasakan penurunan semangat. Suami yang pertama kali bilang. "Kenapa aku jadi malas berangkat ngaji ya?...". Sudah beberapa pekan memang pak suami tidak datang pertemuan pekanannya dengan alasan tidak enak badanlah, capeklah, de el el. Ternyata pak suami malas datang sebenarnya karena lebih memilih menghabiskan waktu sama saya. Aih... saya jadi bingung mau marah atau jingkrak jingkrak kesenengan. Sayapun menyadarinya. Kalau dibuat grafik, mungkin pada saat sebelum dan sesudah menikah ada penurunan grafik yang tajam. Untungnya kami segera sadar diri dan mencoba memperbaiki semuanya. Sudah diberi nikmat dipertemukan oleh Alloh kenapa jadi melupakan Nya?.


Pada saat proses pencarian dan penjemputan jodoh, saya khawatir akan berjodoh dengan orang yang tidak baik. Karena, tidak sedikit teman saya yang wanita baik mendapat suami yang akhlaknya kurang baik. Tapi seorang teman menenangkan dengan berkata "Suami istri itu ibarat cermin, tidak akan berbeda jauh kapasitas dirinya. Maka, jadilah pribadi super jika mau mendapatkan pasangan super, itu!" Eh, itu sih kata pak Mario ya :)


Setelah 10 tahun menikah baru saya sadari. Ya, kami adalah cermin bagi satu sama lain. Kalau pak suami mudah marah pastilah saya juga sedang menjadi manusia menyebalkan bernama pemarah. Kalau pak suami sedang manis nggak ketulungan, pasti sayapun sedang dalam masa manis legit kaya lapis surabaya. Kalau pak suami dingin, menjauh, bisa dipastikan sayapun sedang kelelahan, tak peduli. Reaksi orang akan sama dengan aksi kita. Ya kan ya kan?


Pengantin baru sepuluh tahun ;)

Berbekal pengalaman 10 tahun sama teman sekasur, saya dah tau deh apa yang bikin dia nggak nyaman, apa-apa yang bisa bikin dia marah, jurus-jurus andalan juga dah lengkap. Maksudnya bukan untuk mengalahkan lho... ini jurus-jurus untuk mencegah adu argumentasi. Jurus andalan ya tetap MENGALAH ples diem seribu bahasa. Nothing else went best :)


Bulan April ini, tepatnya tanggal 15 kami sudah genap bersama sepuluh tahun. Susah, senang, tawa, air mata, semua emosi kayanya dah lengkap deh. Nggak terasa sih dah sepuluh tahun. Time really flies... Anak-anak sudah besar, kamipun sudah berubah secara fisik. Sudah mulai menua. Kalau sepuluh tahun nggak terasa, apakah itu tanda bahagia? :)


Setelah menjalani pernikahan bertahun-tahun saya menyadari bahwa, menikah itu bukan main-main ya... perjanjiannya saja, langsung sama Alloh lho... Diberi anugrah anakpun menjadikan pundak lebih berat. Bukan, bukan semata tentang rezeki untuk nafkah mereka tapi, tuntutan tanggungjawab untuk menjadikan mereka anak sholih- sholihah yang berat sekali rasanya.


Menikahpun menurut saya proses pembelajaran seumur hidup. Nggak sama kayak impian dulu selagi gadis. Kayanya maniiiiiis melulu aja. Nggak kebayang pahit, sepet, asemnya. Ples penuh idealisme. Semua akan berjalan sesuai rencana dan harapan. Suami adalah ksatria berkuda penuh cinta, istri adalah ratu ayu sabar nan penyayang, anak-anak akur saling menyayangi satu sama lain. Sarapan bareng pake roti dan jus jeruk. Eh itu mah sinetron!! :)


Kenyataanya? Suami saya bukanlah ksatria berkuda yang sempurna. Pun karena saya bukanlah ratu dengan segala kesempurnaan tapi alhamdulillah terus berusaha sabar dan memang penyayang :D *teteup ga mau jelek. Anak-anak pasti saling menyayangi walau sering bertengkar. Saya maklum berat dan tau banget, karena dulu juga pelaku pertengkaran yang sayang sama adik-adik :D


Jadi, tulisan ini intinya apa? Saya mau mengenang aja sepuluh tahun bersama pak suami he he he. Kalau kata pak suami sih, sepuluh tahun itu spesial. Nggak semua pasangan bisa sampai satu dekade bersama. Dan biar bisa dibaca ulang sama anak cucu cicit :D *warisannya deretan alamat blog


Setelah sepuluh tahun perjalanan saya belajar bahwa, kami adalah cermin. Ada aksi ada reaksi. Jadi kalau mau reaksi yang positif, selalu berikan aksi postif. Selalu tundukkan pandangan karena banyak laki-laki di luar sana yang secara fisik jauh lebih menarik dan nggak sopannya juga kadang mengganggu. Tapi buat apa? nggak halal bagi saya :)


Syukur juga saya panjatkan karena sudah dipertemukan dengan pak suami. Bahagia buat saya itu sederhana. Dibawain sebungkus cakwe aja senengnya bukan main. Ga perlu emas permata deh... *logam mulia ajahhh. Dibantu pekerjaan rumah tangga bagi saya that's the real man!!... Selalu antar jemput kemanapun saya pergi, itu sesuatu. Etapi ini dalam rangka ga rela saya boncengan ama abang ojek ato ngirit ya? ;D Sabar menghadapai anak-anak, itu luar biasa. Tetiba mijitin saya, itu romantis!!. Kalau tidur selalu mepet saya, itu invasi ruang tidur!!! please stop it, Saia kesempitan :D


Rumah tangga kami memang bukan rumah tangga keluarga cemara yang sempurna tiada tara. Rumah tangga kami bukan rumah tangga yang sarapan bareng pake roti dan jus jeruk ealaaah jus jeruk lagi!!. Rumah tangga kami bukan rumah tangga yang selalu bergelimpangan kata "Iya sayang...", "Ada apa sayang", "Yuk liburan ke Jepang sayang" uhuk awas ini kode. Tapi.... He is my wonderful husband and definitely I am his wonderful wife and we will always fighting to be a wonderful family. Nyuwun sewu Pak Cah dan Bu Ida, judul bukunya dipinjem :)



With Love
  -Indah-