Senin, 09 Maret 2015

[Hijabku karena....] Tangisnya

Menjelang penutupan masa orientasi mahasiswa baru di suatu villa di puncak, kami-semua mahasiswa baru- mengikuti acara terakhir. Acaranya adalah acara pamungkas yang sudah menjadi kebiasaan "sejuta umat panitia acara" sebagai penutup suatu acara. Muhasabah.


Sebelum memulai acara, saya seperti biasa hanya menjadi bebek alias hayu aja mau di suruh apa aja. Mungkin karena sudah lelah dengan rangkaian acara ospek yang menggila selama sepekan sebelumnya :v. Tidak ada semangat, hanya berniat segera mengakhiri semua rangkaian acara.


Baru beberapa saat pembawa acara membacakan renungan, terdengar tangisan di bagian belakang laki-laki. Saya dan teman-teman yang berada di bagian perempuan, celingak-celinguk :f mencari asal suara tangis tersebut. Dengan pertanyaan dalam hati "kok nangis ya?, sedih sih dengar bahan renungan tadi. Tapi kok sampai nangis sesegukan gitu ya?" :t. Saya? setetes air mata pun tidak walau memang merasa sedih. Teman saya malah ada yang tertidur :s, no interest at all. 


Tangisan yang kami dengar malah membuat kami semakin tidak konsen mendengarkan renungan yang dibacakan. Kami semakin sibuk mencari sumber suara. Maklum, lampu yang dibiarkan menyala hanya beberapa. Di atas pembawa acara, di sisi kanan dan kiri luar ruangan. "Ah, itu cuma tangisan palsu. Biar kita menghayati renungan nya" kata teman sebelah saya. Dan sayapun mempercayainya *dudul yak* :). Akhirnya setelah beberapa kali celingak-celinguk, saya menemukan sumber suara itu. Ternyata yang menangis adalah kakak tingkat saya. "What a great actor!!" pikir saya. 


Pagi tiba, kami semua bersiap pulang. Dah semangat pulang tiba-tiba ada pengumuman kalau ada penambahan acara. Tepatnya pengulangan acara. Ya, acara muhasabah akan di lakukan lagi. "Ya elah ngapain sih pake muhasabah lagi?" tanya seorang teman. "Lu sih nggak nangis" jawab saya sekenanya. "Eh-eh ntar lu pada nangis ya. Biar cepet selesai" pinta teman saya ke beberapa orang di sekitar kami :#.


Seperti malam sebelumnya, ruangan di bagi dua bagian. Bagian depan untuk laki-laki sedangkan bagian belakang untuk perempuan. Sekarang tidak lagi dalam suasana gelap karena agak susah menahan sinar matahari lembut yang menerobos masuk *Tsaah*. Semua bagian ruangan menjadi terang benderang, tak ada lagi yang bisa mencuri kesempatan untuk tidur :). 


Sesaat setelah renungan dibacakan, kembali terdengar isak tangis. Sekarang berasal dari kanan belakang bagian laki-laki. Saya sudah bisa langsung menemukan siapa yang menangis. Masih orang yang sama dengan yang semalam. Tapi kali ini tidak ada prasangka dari diri saya *mungkin karena pikiran yang sudah fresh*. Saya duduk di kiri depan bagian perempuan, jadi saya bisa melihatnya. Duduk dengan kepala tertunduk, menangis sejadi-jadinya. Tangisannya terlihat tulus, tidak ada yang dibuat-buat. Itu tangis kesungguhan!! :(. 


"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka 
yang apabila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka, 
dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Nya, 
bertambahlah iman mereka (karenanya) 
dan kepada Rabb-lah mereka bertawakal" 
QS. Al-Anfal: 2


Tiba-tiba, saya mau bisa menangis seperti dia. Menangis di kala nama Alloh disebut, di kala di bacakan Ayat-ayat Nya. Betapa kepasrahan, kesungguhan meminta ampun, takut adzabNya terpancar dari caranya menangis. Mulai air mata saya satu-dua menetes. Air mata yang keluar bukan karena saya mendadak bertambah derajat takwa. Saya menangisi diri saya sendiri yang tidak bisa menangis senikmat kakak tingkat saya itu. Betapa kecil keimanan saya. Hati ini tidak gemetar, iman ini belum bertambah kala nama Alloh dan Ayat-ayat Nya terdengar. Bahkan tangisan saya pun karena menangisi diri yang tidak bisa menangis.


Itulah momen penting dalam hidup saya. Momen yang membuat saya akhinya berniat berhijab. Saya pikir kalau mau menambah keimanan, mau bertambah dekat dengan Nya, mau merasakan tangisan seindah dan senikmat kakak tingkat saya itu, memakai jilbab adalah langkah pertama. Menutup aurat adalah perintah Nya. Hilanglah semua alasan yang selalu saya jadikan pegangan. "Jilbabi saja dulu hatimu, baru pakai jilbab". "Pakai jilbab nanti saja kalau sudah menikah, sudah punya anak". "Nikmati dulu masa muda, masa senang-senang". 


Alhamdulillah rujukan aneh-aneh itu nggak saya pertahankan lama. Aneh juga sih kalau di ingat-ingat lagi sekarang. Pakai jilbab nunggu nikah dulu? nunggu punya anak dulu? jilbabi hati dulu?. Kalau iya di kasih kesempatan sampai menikah dan punya anak. Bisakah kita meminta malaikat Izroil menunda mencabut nyawa beberapa bulan karena mau pakai jilbab dan taubatan nasuha dulu?. Saya rasa tidak ya?....


Alhamdulillah akhirnya pada hari pertama kuliah I'm officially wearing my hijab. Ternyata, bukan bahan renungan yang dua kali saya dengar di puncak yang membuat saya berhijab :o. Bukan pula ajakan Ust. Harry mukti di aula sekolah saya yang membuat saya berhijab :o. Bukan pula paparan beliau tentang ancaman azab bagi yang tidak menutup aurat yang membuat saya berhijab :o. Bukan pula penampilan teman saya yang lebih cantik dengan jilbab nya yang membuat saya berhijab :o. Saya berhijab karena tangis seseorang.


Sekarang, 16 tahun memakai jilbab membuat saya semakin nyaman, tenang, damai, dan selalu bersyukur atas hidayah Nya. Insya Alloh, hijab saya sekarang karena Alloh, selalu dan selamanya...  Semoga yang sedang menggalau, tidak kunjung yakin, tidak kunjung bulat sempurna niat berhijab nya, selalu diberikan kemudahan, keyakinan, kemampuan, dan kesegeraan menutup aurat dengan baik dan benar sesuai syariat. Aamiin... :y Love You Coz Alloh *ketjup*


Artikel ini diikutsertakan dalam "Hijab Syar'i Story Giveaway"




With Love :L
     -Indah-



10 komentar:

Santi Dewi mengatakan...

Alhamulillah ya bisa berhijab.... semoga bisa terus istiqomah :)

Unknown mengatakan...

Alhamdulillah. .. aamiin...
Doa yang sama juga untuk mbak dewi ;)

Mari Tertawa mengatakan...

semoga istiqomah ya mbak... :))

Lidya Fitrian mengatakan...

Allhamdulillah sudah berhijab kita ya, terus istiqomah

starleery mengatakan...

Alhamdulillah.. semoga istiqomah ya mbak :)

Unknown mengatakan...

Aamiin... doa yang sama untuk mbak Chelin, Mbak Lidya, and mbak Lia ;)

Kanianingsih mengatakan...

bener ya mba, yg bisa menangis seperti itu saaat pikiran dan hati kita juga fresh bisa menerima apa yg disampaikan..dan kalo sudah menangis legaaa

Keke Naima mengatakan...

udah lama juga berhijabnya. Semoga terus istiqomah :)

Unknown mengatakan...

Benar mbak kania... menangis bisa melembutkan hati

Unknown mengatakan...

Aamiin... doa yang sama untuk mak myra ;)

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca,... please give your comment here ;)